Ketika Ayah dan Adikku menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya, dan dipakai sebagai saksiNya.
Ini adalah
sebuah kisah tentang kehidupan
baru yang dialami oleh Ayah saya. Sekedar di ketahui, Ayah saya berlatar belakang dari keluarga Muslim, beliau
adalah anak pertama dari enam bersaudara. Memang beliau bukanlah penganut
Muslim murni, yang rutin menjalankan sholat 5 waktu seperti yang dilakukan oleh
adik-adiknya, atau para penganut Muslim pada umumnya. Beliau hanya penganut
Muslim abangan, yang mungkin jarang menjalankan ibadah Sholat di Masjid. Atau
dengan kata lain, menurut pengakuan Beliau yang dituturkan kepada saya, Beliau
adalah penganut Muslim Kejawen, yaitu perpaduan ajaran Agama Islam dengan ajaran-ajaran budaya Jawa Kuno, atau banyak
orang menyebutkan sebagai aliran Kebatinan Jawa.
Aliran ini
memang banyak diaunut oleh beberapa masyarakat Jawa, khususnya bagi mereka yang
masih kental memegang adat istiadat budaya Jawa, yang juga penuh dengan
ritual-ritual yang dianggap suci untuk meluhurkan nama leluhur dan sang
Pencipta. Beberapa ritual yang masih
sering saya lihat adalah seperti Upacara Sedekah Bumi, pemberian sesaji kepada
pohon-pohon besar, meminta berkah di makam-makam para leluhur yang dianggap
keramat, juga melakukan ritual pertapaan di sungai-sungai atau di gua-gua.
Ayahku ketika masih muda mungkin
juga melakukan hal-hal seperti demikian, karena aku juga sempat ditunjukkan
salah satu buku yang memberikan pedoman tentang puasa dan beberapa
petunjuk-petunjuk ritual dari aliran yang dia anut dulu. Namun demikian jalan
Tuhan berkata lain. Setelah beliau menikah dengan ibu saya sekitar 30 tahun
yang lalu dengan cara Kristen, karena ibu saya memang berlatar belakang dari
keluarga Kristen. Namun hal itu tidak serta merta mengubah kehidupan rohaninya,
dan langsung menerima Yesus begitu saja.
Saya masih ingat
ketika saya masih kecil, ketika kami masih tinggal di Kepulauan Karimun Jawa, dimana
Ayah saya bekerja sebagai PNS dan
ditugaskan di Kepulauan tersebut. Di sana hanya ada sebuah Gereja kecil yaitu Gereja GPdI Karimun Jawa, dengan jemaat hanya
beberapa keluarga saja. Tiap kali pergi ke Gereja, hanya ibu saya saja yang berangkat, dengan
mengajak saya dan adik saya. Ayah saya hanya mengantar sampai depan Gereja,
setelah itu dia pulang.
Waktu itu, saya sama sekali tidak pernah melihat ayah
saya untuk beribadah baik itu ke Masjid tempat ibadah agama yang tertulis di KTP nya
maupun ke Gereja tempat ia diberkati ketika menikah dengan ibu saya. Saya tidak
tahu alasannya, mungkin karena malu atau mungkin pula hatinya belum terbuka,
karena saya tahu, waktu itu Beliau masih menjalankan beberapa ritual yang
kuanggap aneh pada waktu-waktu tertentu, seperti puasa mutih atau makan tanpa
mengandung garam, dan semua yang dimakan harus berwarna putih, seperti nasi
tanpa lauk pauk, buah ketimun, pisang atau buah bengkoang, pokoknya semua makanan yang
berwarna putih dan tak bergaram.
Aktivitasnya pada setiap hari minggu setelah mengantar ibu saya ke Gereja, Beliau lebih memilih tinggal di rumah, dan mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan rutinitas seperti biasanya. Namun ayah saya sangat terbuka,
jika diminta untuk membantu Gereja misalnya dalam hal kerja bakti atau
mensuport pelayanan Pendeta disana, bahkan dia pernah memberikan satu motor
buntutnya kepada Pendeta, guna mendukung pelayananan di jemaat yang jaraknya lumayan cukup jauh
dari Kota Kecamatan Karimun Jawa, karena
motor pendeta waktu itu rusak parah karena jatuh dan
motor tersebut pun di jadikan sebagai motor oprasional Pendeta yang melayani
Gereja GPdI Karimun Jawa.
Tentunya sebagai orang yang belum mengenal Kasih Tuhan Yesus, beliau masih
memiliki sifat buruk. Yaitu sering marah-marah kepada ibu saya, dan memiliki
sikap yang keras kepala. Serta bertindak sesuai dengan kehendaknya sendiri,
apalagi cara mendidiku tentang agama pun, beliau sama sekali tidak tahu ia
hanya menasehatiku tentang nilai-nilai kebajikan hidup seperti yang ia ketahui
saja.
Pensiun dari Pekerjaan Dunia, dan Diterima Bekerja untuk Pekerjaan Surga.
Bulan
Juli tahun 2007, masa pengabdiannya sebagai PNS pun berakhir, seiring dengan usianya yang telah memasuki masa
pensiun. Telah lama memang direncakan setelah pensiun untuk kembali ke
kampung
halaman ibuku di Wonogiri. Disana
Ayah dan Ibu saya, akan mengisi masa tuanya dangan mencoba bertani mengolah
lahan pertanian yang telah mereka beli sebelumnya dan sebagian lagi dari
peninggalan Kakek saya.
Di tahun yang sama itu pula, pada bulan sebelumnya yaitu bulan Juni saya
berpamitan untuk pergi merantau keluar dari pulau Jawa yaitu ke Kota Manado di pulau
Sulawesi Utara, kota dimana saya tinggal sekarang. Waktu itu beliau masih tinggal di
Karimun Jawa, dan pas ibadah hari Minggu, saya juga sempat memberikan kesaksian
di gereja dan meminta dukungan doa kepada gembala dan jemaat di tempat itu
untuk kepergian saya merantau, dan meminta dukungan doa untuk ayah dan adik
tiri saya supaya dapat menerima Yesus sebagai Tuhan dan juru selamatnya.
Desember 2007, mendekati hari Natal, mereka memutuskan pindah dari
Kepulauan Karimun Jawa ke sebuah desa di pinggiran Kota Wonogiri. Mulai
dari sinilah rencana Tuhan bekerja dalam kehidupan Ayah saya. Dari
semula yang sama sekali
tidak mau diajak untuk pergi ke Gereja, kecuali pada saat Natal karena
menghormati undangan yang diberikan kepadanya untuk hadir pada perayaan
Natal.
Namun di dilain itu, beliau tidak pernah mau ikut ibadah disana.
Sekarang, mungkin beliaulah yang lebih rajin bila dibandingkan Ibu saya.
Tidak hanya sekedar pergi beribadah ke Gereja saja, namun beliau juga
sangat
rajin mengikuti berbagai acara gereja seperti malam PA (Pendalaman
Alkitab), latihan koorr dll. Disamping itu yang membuat saya lebih
bangga kepada Ayah saya adalah usahanya membaca dan mempelajari Alkitab
lebih mendalam secara pribadi. Alkitab yang beliau
sering baca adalah yang versi terjemahan ke dalam bahasa Jawa, karena
mungkin
yang versi terjemahan kedalam bahasa jawa tersebut lebih mudah untuk
dipahami
oleh beliau.
Di Baptis dan dipilih menjadi Majelis Gereja.
Ayah saya bersedia dibabtis pada Desember 2008 yang lalu, dan itu merupakan
sebuah sukacita besar bagi keluarga kami. Terutama bagi Ibu saya, karena doa
kami sekeluarga benar-benar di jawab oleh Tuhan. Tak hanya itu, kuasa Tuhan
bekerja pada ayah saya. Pada pemilihan majelis gereja GKJ Pepantan Timang, pada
Desember 2010 lalu, kebetulan pada waktu itu saya pulang kampung. Sehingga saya
punya kesempatan melihat ayah saya dipilih dan ditahbiskan menjadi seorang
majelis gereja. Ini memang bukan sebuah kebetulan, namun memang sudah rencana
Tuhan. Padahal, waktu diminta oleh Pendeta dan tokoh-tokoh gereja di sana saat
akan di calonkan, beliau sebenarnya keberatan dan tidak mau. Karena sebelumnya
beliau tidak biasa tampil dan berbicara didepan umum, dan beliau pun sama
sekali tidak pernah memimpin doa apalagi kotbah didepan jemaat. Namun entah
kenapa, pada akhirnya ia meng iyakan tawaran tersebut.
Sekali lagi, kuasa Allah bekerja pada Ayah saya. Saat menjalani tugas
pertamanya sebagai Majelis Gereja, dan diminta untuk menjadi imam yaitu
mendoakan pemimpin ibadah atau yang membawa firman pada saat itu di ruang
pastori. Tentu saja beliau jadi sedikit bingung, karena memang belum bisa
berdoa sebagai mana para majelis yang lain. Sehingga pada jauh-jauh hari
sebelum tugas itu datang, Ayah saya meminta Bulik (tante) saya yang juga mantan
majelis untuk membuatkan sebuah doa secara tertulis, yang nanti akan dibacakan
saat dia diminta untuk berdoa bagi pembawa firman. Mungkin pada awal-awal pelayananannya, hal-hal
tersebut akan selalu dia lakukan, karena memang belum berpengalaman sama
sekali.
Hal yang menjadi sangat istimewa bagi kehidupan saya adalah, setiap kali
saya pulang kampung. Saya selalu diajak berdiskusi tentang sebuah penggalan
pasal dan ayat Alkitab yang dia baca. Ia selalu menyuruh saya, “coba kamu ambil
Alkitab dan buka Kitab ini pasal sekian dan ayat sekian... , jika sudah kamu
baca, coba menurut kamu apa yang dimaksud atau penjabaran ayat tersebut menurut
kamu” setelah saya menjelaskan dan
menjabarkan menurut persepsi saya, kemudian ayah saya menjabarkan menurut
persepsinya beliau. Terkadang jika ada sepupu atau saudara saya yang lain
datang main kerumah, mereka juga ikut diajak mendiskusikan bersama tentang
topik dari ayat-ayat Alkitab yang ayah saya temukan yang menurutnya menarik
untuk dibahas.
Perbincangan mengenai isi Alkitab kadang-kadang juga terceplos saat Beliau sedang
asik ngobrol dengan teman-temannya yang beragama lain. Seringkali tanpa sadar,
beliau menyisipkan beberapa kalimat yang ia dapatkan dari Alkitab sebagai bahan
obrolan, baik saat ketemu temen ngobrol di kebunya, maupun teman bercerita di
tempat-tempat biasa ia berkumpul. Selain membicarakan mengenai masalah
pertanian yang menjadi favoritnya. Hal ini pernah beberapa kali saya dengarkan
secara langsung, saat beliau sedang ngobrol dengan salah satu tetangga saya
yang berbeda agama saat ia sedang main kerumah kami, dan saya pernah
konfirmasikan pula kepada ibu saya, dan ibu saya memang menyatakan demikian,
bahwa ayah saya sering menyisipkan penggalan-penggalan isi Alkitab sebagai
bahan obrolannya dengan teman-temannya.
Begitu pula saat beliau menasehati saya akan kehidupan saya, dan
langkah-langkah yang harus saya lakukan untuk masa depan saya. Saat itu, Ia
selalu menyisipkan ayat-ayat Alkitab dalam setiap wejangannya. Hal ini belum
pernah saya dengar sebelumnya ketika saya masih kecil atau pada masa remaja
dulu. Namun sekarang, saat kami sudah tumbuh dewasa, hal itu baru beliau
lakukan saat ia telah mengenal dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan jurus
selamatnya.
Beliau selalu menekankan kepada saya tentang penggalan salah satu ayat
Alkitab yang cukup terkenal tentang cara mendapatkan kehidupan masadepan yang
lebih baik. Seperti yang tertulis dalam Matius 6 : 33 yang berbunyi “Tetapi carilah dahulu Kerajaan
Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”. Berulang-ulang Ayahku selalu menekankan kepadaku
tentang ayat tersebut, baik pada saat saya pulang mudik di rumah, maupun saat
saya berbicara lewat telephon yang rutin saya lakukan setiap minggu atau dua
minggu sekali ketika berada di perantauan.
Setiap hari, beliau selalu bangun pada pukul 04.00 pagi, hal pertama yang
ia lakukan adalah berdoa, kemudian menyalakan radio untuk mendengarkan siaran
rohani yaitu renungan pagi. Sambil mendengarkan, ia selalu menyiapkan Alkitab
dan sebuah alat tulis untuk mencatat khotbah yang dibawakan dari siaran radio
tersebut. Diambil dari kitab mana, pasal dan ayat berapa, kemudian pokok-pokok
isi khotbahnya yang dibawakan oleh Pengkotbah dalam renungan pagi disiaran
radio itu. Setelah mendengarkan radio, ia menyalakan televisi untuk melihat
siaran berita sejenak, kemudian bergegas menyiapkan diri untuk pergi ke
kekebun, untuk melihat dan menyaingi rumput-rumput liar yang tumbuh diantara
tanaman jagung atau tanaman kacang tanah yang telah ditanamnya, kemudian
“ngarit” atau mencari rumput untuk makanan ternak kambing miliknya.
Sedangkan ibu saya, setelah doa pagi, ia lalu menyiapkan masakan
didapur,
setelah itu bersih-bersih rumah. Kemudian merawat kakek saya yang telah
renta,
dan sudah susah untuk berjalan karena pernah terkena stroke. Mungkin
sekarang usianya telah memasuki 90 an tahun, sehingga perlu perlakuan
khusus,
seperti memandikannya, dan kemudian menyuapinya seperti merawat bayi.
Sebenarnya masih ada Nenek saya, namun dia pun juga sudah tua dan sudah
sedikit
pelupa, serta sudah agak tuli. Terkadang ibu saya setelah selesai
mengurusi Kakek saya, beliau juga ikut menyusul ayah saya di kebun
dengan
membawakan makanan, untuk makan bersama di kebun.
Setelah hari menjelang siang atau sekitar pukul 10.00 -11.00, mereka
kembali kerumah dengan membawa rumput untuk makanan kambing ternaknya, lalu istirahat.
Jika sore atau malam hari, jika tidak ada acara di gereja atau acara
kemasyarakatan lain, hiburan yang paling di sukai ayahku adalah membaca
Alkitab, terkadang juga bersama ibuku, mereka sama-sama membaca di sofa ruang
tamu rumahku.
Saya terkadang sangat sedih, karena kami anak-anaknya tinggal berada
sangat
jauh dari mereka. Saya ada di Manado di ujung utara pulau Sulawesi,
sedangkan adik saya yang cowok setelah mendapatkan pekerjaan baru di
perusahaan
pengujian sampel hasil tambang, sekarang tinggal di Kolaka Sulawesi
Tenggara,
kemudian adik saya yang cewek tinggal bersama suaminya juga di Sulawesi
Tenggara namun tinggal disebuah pulau lagi yang agak jauh dari kota
Kendari. Tidak setiap hari, tidak setiap minggu, dan
tidak setiap bulan mungkin juga tidak setiap tahun kami dapat bertemu
dan berkumpul
dengan mereka. Hp adalah satu-satunya media yang membantu kami untuk
masih bisa
saling terhubung satu sama lain, meskipun hanya melalui komunikasi jarak
jauh.
Tapi lumayanlah bisa mengobati rasa kangen kepada mereka. Seandainya
saja mereka tau ber internet mungkin sudah tak ajak video chat dengan
skype, atau pakai fb, tapi saya mereka benar-benar gaptek.
Kedua orang tuaku hanya tinggal berdua di rumah, dengan berbagai
pergumulannya. Dulu ada si Coki anjing kesayangan kami yang menemani, namun
sekarang telah mati diracun orang yang tidak bertanggung jawab. Jadi mereka
sebenarnya benar-benar kesepian. Sedangkan kami anak-anaknya berjuang mencari
kehidupan kami masing-masing ditempat lain,
ditanah perantauan, untuk berusaha menjadi manusia yang seutuhnya,
meskipun belum berhasil seperti yang mereka harapkan, namun setidaknya kami bisa mencari makan sendiri dari hasil kerja
kami, tanpa menyusahkan mereka dan menyisihkan sedikit penghasilkan kami untuk
dikirim kerumah, memberikan sesuatu yang jarang dapat kami lakukan kepada mereka
tiap harinya.
Sedangkan kisah adik saya yang perempuan pun, hampir sama dengan ayah
saya
yang sebelumnya tidak mengenal Yesus sama sekali. Adik saya ini adalah
adik
angkat atau saudara tiri, namun kami sangat menyayanginya. Ia berasal
dari suku
Madura, dan penganut muslim yang keras. Waktu kecil, kami tidak
mempunyai adik
perempuan, sehingga orang tua kami mengabdopsi dari sebuah keluarga yang
berasal dari Pulau
Madura, yang dulu waktu pertama datang ke Karimun jawa, pernah terlantar
didepan rumah kami dan orang tua saya yang menolongnya. Namun karena
waktu itu
kedua orang tua kandung dari adik saya tersebut, telah sakit parah dan
beberapa
bulan kemudian kedua orang tua kandung dari adik tiri saya tersebut
meninggal
dunia dikarenakan sakit. Menurut kabar dari seorang kerabat yang mereka
tinggali di Karimun Jawa, kedua orang tua kandung dari adik saya ini
telah di guna-guna oleh saudaranya yang ada di
Madura, mungkin karena perselisihan keluarga, kami tidah tahu -menahu.
Kemudian kami mengapdopsi Iyah nama panggilan dari adik saya tersebut, waktu itu mungkin usianya sudah berumur antara 10 – 13 tahun, karena memang tidak ada catatan tertulis dan ia pun tidak tahu berapa usia yang sebenarnya. Pokoknya waktu itu ia sudah dimasukkan di kelas 2 SD.
Kemudian kami mengapdopsi Iyah nama panggilan dari adik saya tersebut, waktu itu mungkin usianya sudah berumur antara 10 – 13 tahun, karena memang tidak ada catatan tertulis dan ia pun tidak tahu berapa usia yang sebenarnya. Pokoknya waktu itu ia sudah dimasukkan di kelas 2 SD.
Meski kami beragama Kristen, kami tidak pernah memaksanya untuk masuk ke
agama kami. Ibu saya memberi kebebasan memilih, dan ia menjalankan ibadah
seperti yang diwariskan oleh orang tua kandungnya. Ia sholat, pergi ke masjid
dan menjalankan ibadah puasa seperti halnya pemeluk agama muslim lainnya. Kami
mengajaknya ke gereja waktu perayaan natal saja, seperti halnya yang dilakukan
ayah saya dahulu sebelum mengenal Yesus.
Pada suatu ketika, ia bertemu dengan seorang pria ber etnis Batak, dan beragama
Kristen, yang akhirnya mereka pun
pacaran, kemudian memutuskan untuk menikah. Meskipun kami yang membersarkannya
dari agama Kristen dan calon suaminya waktu itu juga beragama Kristen, namun ia
tidak mau menikah dengan cara Kristen, dan kami pun memfasilitasi ia menikah
dengan cara Muslim seperti yang ia mau. Sekali lagi kami tidak pernah
memaksakan keyakinannya, hanya mendoakan saja akan jalan hidup kerohaniannya.
Setelah menikah dan hidup bersama suaminya, tak pernah kami sangka sebelumnya
ketika saya telephon, ia bercerita bahwa ia sudah masuk gereja dan saat ini
telah belajar Alkitab. Saya hampir tidak percaya, namun beberapa kali ia
mengirimkan sms yang isinya adalah firman Tuhan. Meskipun saat ini dia belum
dibabtis, karena di tempat tinggal ia sekarang di sekitar Kendari, sangat susah
didapati Gereja, namun setidaknya Tuhan Yesus sudah tinggal didalam hatinya.
Sungguh luar biasa Tuhan Yesus memperkenalkan diriNya kepada ayah dan adik
saya, dan mengubah kehidupan kami. Terima kasih Tuhan Yesus, jadikanlah
keluarga kami berkat bagi orang lain dan pakailah kami sabagai saksiMU untuk
kemuliaan namaMU.
Tentang Penulis.
Meskipun
bukan orang asli Manado, namun Penulis adalah member B-Youth dari tahun
2007 - 2012, Selama tinggal di Manado penulis bergereja dan ikut
bergabung dalam komunitas persekutuan Bethlehem Youth GPDI Bethelehem
Malalayang, dan tentunya sangat senang dapat diterima dalam persekutuan
yang indah dengan saudara seiman tersebut. Tulisan diatas adalah
merupakan satu kesaksian bagi keluarga penulis, dimana Tuhan Yesus
melalui karyanya yang sangat ajaib, mengubahkan kehidupan keluarga
Penulis. Selain di posting di blog pribadi penulis, sengaja penulis
memposting kisah kesaksian tersebut di blog B-youth ini, supaya dapat
menjadi berkat bagi kita semua. Kiranya Tuhan Yesus memberkati.
Read more...